Kami Hadir Untuk Membantu Anda, Apakah anda mencari informasi mengenai jasa nikah siri, syarat nikah siri, biaya nikah siri, tempat nikah siri atau konseling keluarga ? Segera Hub Jasa Kami.
QS. Surat An-Nur Ayat 32
QS. Surah Arum Ayat 21
Rasulullah shallallahu ‘alaihu wasallam bersabda :
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّ كُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
‘’Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir’’
ثَلاثَةٌ يَا عَلِيُّ لاَ تُؤَخِّرْهُنَّ : الصَّلاةُ إِذَا أَتَتْ ، وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ ، وَالأَيِّمُ إِذَا وَجَدَتْ كُفُؤًا
“Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda, yakni shalat jika telah tiba waktunya, jenazah apabila telah hadir, dan wanita apabila telah ada calon suami yang sekufu.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad; hasan)
MENGAPAH ANDA MEMILIH KAMI ?
Nikah Agama Islam / Nikah Sirri adalah Nikah yang hanya Mengesahkan secara agama saja, Menunaiakan Seluruh Rukun Syarat Nikah Agama Islam, sama seperti pernikahan di KUA Hanya Saja Nikah Siri Tidak Diakui oleh negara, Sah Secara Agama Saja, Sedangkan Nikah Di KUA Sah Secara Agama dan Diakui Negara dilindungi Negara
Nikah Agama Islam / Nikah Sirri adalah Nikah yang hanya Mengesahkan secara agama saja, Menunaiakan Seluruh Rukun Syarat Nikah Agama Islam, sama seperti pernikahan di KUA Hanya Saja Nikah Siri Tidak Diakui oleh negara, Sah Secara Agama Saja, Sedangkan Nikah Di KUA Sah Secara Agama dan Diakui Negara dilindungi Negara.
Bisyaroh yang dibayarkan bervariasi tergantung dari lokasi / Tempat prosesi akad dan tidak ada patokan pastinya, kami sampaikan bisyaroh antara 1 juta hingga 3 juta an, Silahkan hubungi kami untuk mengetahui besaran bisyaroh yang harus dikeluarkan.
Kami tegaskan disini bahwa kami tidak melayani pernikahan dengan Agama yang berbeda, kami hanya melayani pernikahan secara Muslim / Secara Agama Islam saja. Hal tersebut sudah disampaikan di surat Al Baqoroh ayat 221 Yang berbunyi :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ
Yang Artinya : “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”.
Tafsir Ringkas :
Pada ayat ini Allah memberi tuntunan dalam memilih pasangan. Dan janganlah kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi atau menjalin ikatan perkawinan dengan perempuan musyrik penyembah berhala sebelum mereka benar-benar beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman yang berstatus sosial rendah menurut pandangan masyarakat lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu karena kecantikan, nasab, kekayaannya, atau semisalnya. Dan janganlah kamu, wahai para wali, nikahkan orang laki-laki musyrik penyembah berhala dengan perempuan yang beriman kepada Allah dan Rasulullah sebelum mereka beriman dengan sebenar-benarnya. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu, karena kegagahan, kedudukan, atau kekayaannya. Ketahuilah, mereka akan selalu berusaha mengajak ke dalam kemusyrikan yang menjerumuskanmu ke neraka, sedangkan Allah mengajak dengan memberikan bimbingan dan tuntunan menuju jalan ke surga dan ampunan dengan rida dan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, yakni tanda-tanda kekuasaan-Nya berupa aturan-aturan kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran sehingga mampu membedakan mana yang baik dan membawa kemaslahatan, dan mana yang buruk dan menimbulkan kemudaratan. Pernikahan yang dilandasi keimanan, ketakwaan, dan kasih sayang akan mewujudkan kebahagiaan, ketenteraman, dan keharmonisan .
Apakah ada surat nikah siri? Apakah Surat Nikah Siri berlaku dalam masyarakat? Surat nikah siri adalah surat yang diberikan oleh penghulu pelaksana sebagai bukti kepada masyarakat bahwa dua orang tersebut telah melakukan pernikahan. Biasanya surat nikah siri ini ditandatangani oleh Penghulu, Wali, Mempelai Pria dan Wanita, Serta dua orang saksi yang mengikuti pelaksanaan pernikahan tersebut. Tidak ada satu orangpun yang BERHAK memberikan buku nikah, kecuali KUA. Barang siapa menjanjikan buku nikah dalam proses pelaksanaan nikah siri maka jelas bahwa buku nikah tersebut adalah PALSU. Hal ini dapat dikenai pidana sesuai aturan yang berlaku di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 37 mengenai Memberikan Keterangan Palsu, Termasuk Keterangan di Atas Sumpah, Membuat Surat Atau Dokumen Palsu, Memalsukan Surat atau Dokumen.
Menurut Para Ulama
Beberapa ulama juga mengeluarkan pendapatnya berdasarkan ajaran-ajaran Islami yang mengacu pada boleh atau tidaknya melakukan nikah siri, diantaranya:
• Ulama fiqih
Mayoritas ulama ahli Fiqh pernikahan berpendapat bahwa hukum nikah siri tidaklah sah. Sebab perbuatan nikah siri tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan risikonya bisa menimbulkan fitnah di masyarakat sebab pernikahan tersebut dilakukan secara diam-diam.
• Mahzab As Syafi’iyah
Menurut pendapat mahzab Syafi’i, hukum pernikahan nikah siri tidak sah. selain secara fiqh, terminologinya dianggap tidak sah, nikah siri juga disinyalir akan mampu mengundang fitnah baik dari sisi laki-laki maupun perempuan.
• Mahzab Al-Maliki
Menurut mahzab Maliki, nikah siri didefinisikan sebagai pernikahan atas permintaan calon suami, dimana para saksi harus merahasiakannya dari keluarganya dan orang lain. Menurut mahzab Maliki, nikah siri hukumnya tidak sah. Pernikahan ini bisa dibatalkan. Namun apabila keduanya telah melakukan hubungan badan maka pelaku bisa memperoleh hukuman rajam (had) dengan diakui empat orang saksi.
• Mahzab Hanafi
Sebagaimana mahzab Syafi’i dan Maliki, mahzab Hanafi juga tidak membolehkan pernikahan siri atau nikah sembunyi-sembuyi tanpa wali.
• Mahzab Hambali
Mahzab Hambali memiliki pendapat berbeda dari ketiga mahzab lainnya. Ulama dari mahzab hambali berpendapat bahwa nikah siri yang dilakukan sesuai syariat islam (memenuhi rukun nikah) maka sah untuk dilakukan. Tapi hukumnya makruh, yakni jika dikerjakan tidak apa-apa dan bila ditinggalkan mendapat pahala.
• Khalifah Umar bin Al-Khattab
Pada jaman kepemimpinan khalifat Uman bin Al-Khattab, beliau pernah mengancam pasangan yang menikah siri dengan hukuman cambuk
Semua Pengantin yang telah melngsungkan akad pernikahan di tempat kami Berhak mendapatkan bukti dalam Bentuk SERTIFIKAT MENIKAH secara Agama Islam, bukan BUKU NIKAH karna buku nikah hanya dikeluarkan oleh pihak yang berwenang (KUA) kalaupun ada pihak yang menawarkan jasa nikah sirri dengan mendapatkan buku nikah dipastikan buku tersebut palsu dan Bisa Dikenakan Pidana sesuai aturan Undang – Undang Republik Indoesia Nomor 12 Tahun 2006 TentangKewarganegaraan Indonesia.
Semua Pengantin yang telah melngsungkan akad pernikahan di tempat kami Berhak mendapatkan bukti dalam Bentuk SERTIFIKAT MENIKAH secara Agama Islam, bukan BUKU NIKAH karna buku nikah hanya dikeluarkan oleh pihak yang berwenang (KUA) kalaupun ada pihak yang menawarkan jasa nikah sirri dengan mendapatkan buku nikah dipastikan buku tersebut palsu dan Bisa Dikenakan Pidana sesuai aturan Undang – Undang Republik Indoesia Nomor 12 Tahun 2006 TentangKewarganegaraan Indonesia.
Cara Nikah Agama / Sirri dengan menikah biasa pada dasarnya sama persis, bersumber pada satu hal yaitu hukum Islam itu sendiri. Perbedaannya hanya pada saat proses pencatatan di KUA sebagai buku nikah.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَٰجَهُنَّ إِذَا تَرَٰضَوْا۟ بَيْنَهُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ مِنكُمْ يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. (QS Al Baqarah: 232) Menurt Mahzab Hanafi, janda bisa menikahkan dirinya sendiri. Syaratnya wali tidak bisa hadir atau wali tidak menyetujui pernikahan tersebut dengan alasan tidak syar’i. Contohnya: tidak setuju karena beda suku, tidak setuju karena status pekerjaan, tidak setuju karena jumlah harta dan sebagainya.
Pada dasarnya, banyak yang bisa menjadi penghulu nikah. Orang-orang dengan landasan agama dan hukum pernikahan yang mumpuni bisa menikahkan orang lain, dan itu boleh. Namun untuk lebih mudahnya, memang kebanyakan orang membayar jasa penghulu nikah siri di tempat kami.
Persayaratan menikah di tempat kami cukuplah mudah diantaranya
1. KTP/SIM Atau KK (pilih salah satu) Calon Suami / Istri Di foto
2. Sebutkan Nama Masing – Masing Orangtua (Ayah)
3. Menyebutkan mas kawin / mahar
4. Membawa materai terbaru 10.000 4 buah
5. Siapkan pas foto terbaru (Background bebas) ukuran 2×3 sebanyak @2 Buah
6. Wajib Membawa Wali Nasab Bagi yang berstatus belum pernah menikah / Gadis
7. Wajib Memakai Masker dan membawa Handzanitiser
Untuk nomor 1 ,2,3 Dikirim Via Whatsapp Untuk Cetak Sertifikat
Terdapat pendapat para ulama mengenai pernikahan tanpa wali antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan. Hanafiyah yang berpendapat bahwa wali bukan merupakan rukun nikah menyatakan bahwa wanita yang sudah pandai boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali. Akan tetapi jika perempuan tersebut bodoh, maka harus dinikahkan oleh walinya. Batasan pandai di sini tidak membedakan perawan maupun janda. Dari sekian pendapat yang membolehkan hanya Hanafiyah saja. Akan tetapi jika Anda pembaca bermazhab Hanafiyah maka boleh-boleh saja. Dalam hal ini saya tidak memfatwakan dari yang Hanafiyah, karena dalam fatwa jika terjadi perpindahan mazhab harus satu qodhiyah, dan hal ini tidak dapat dianggap enteng. Jika terjadi pernikahan yang demikian, misalnya nikah lari dan hal itu lebih membawa kepada kemashlahatan maka saya akan mengikuti Hanafiyah, atau pengantinnya harus pindah mazhab. Wallahu a’lam bisshowab. Nikah adalah suatu akad atas manfaat alat kelamin dengan syarat dan rukun tertentu. Rukun nikah antara lain suami, istri, wali, shighat yaitu ijab dan qabul, dan dua orang saksi. Syarat-syarat seorang wali: islam, laki-laki baligh, merdeka, adil, berakal, dalam keadaan ihtiyar, tidak dalam keadaan ihram atau mahjur. Ayah, Kakek, Saudara laki-laki kandung, Saudara laki- laki seayah, Anak laki-laki saudara laki-laki kandung, Anak laki-laki saudara laki-laki seayah, Paman kandung (saudara laki-laki kandung ayah), Paman seayah (saudara laki-laki seayah dari pihak ayah), Anak laki-laki dari pihak paman, al-Maula. Hakim. Hukum pernikahan tanpa wali tersebut para ulama sependapat tidak sah, kecuali Hanafiyah. Begini Wali Menurut Ulama Hanâfiyah Tulisan mengenai wali didapat dari berbagai sumber. Silahkan klik sumbernya, sehingga dapat membaca lebih lengkap.
- Syarat-syarat Wali
- Seseorang dapat bertindak menjadi wali apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, dan para ulama berbeda pendapat dalam masalah syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang wali. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang wali menurut ulama Hanafiyah itu ada empat, yaitu sebagai berikut:
- a. Beragama Islam
- Ulama Hanafiyah tidak berbeda pendapat dengan ulama Syâfi’îyah mengenai persyaratan pertama ini. Antara wali dan orang yang dibawah perwaliannya di syaratkan harus sama-sama beragama Islam, apabila yang akan nikah beragama Islam (Muslim) disyaratkan walinya juga seorang Muslim dan tidak boleh orang kafir menjadi walinya. Hal ini berdasarkan firman Allah: (Ali Imran: 28) Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kembali (mu). (At Taubah: 71)Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah: Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
- b. Baligh
- Baligh (orang mukallaf ), karena orang yang mukallaf itu adalah orang yang dibebankan hukum dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena itu baligh merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali, dan ulama Hanafiyah sepakat dengan ulama Syâfi’îyah tentang hal ini. Dasarnya adalah Hadis Nabi: Diangkat hukum itu dari tiga (3) perkara: Dari orang yang tidur hingga bangun, dari anak-anak hingga bermimpi (dewasa) dan dari orang-orang gila hingga ia sembuh. (H.r. Bukhâri Muslim).
- c. Berakal sehat
- Berakal sehat, hanya orang yang berakal sehat yang dapat dibebani hukum, dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya, karena itu seorang wali disyaratkan harus berakal sehat. Ulama Hanafiyah sepakat dengan ulama Syâfi’îyah tentang syarat ini, sesuai dengan hadis di atas.
- d. Merdeka
- Ulama Hanafiyah mensyaratkan seorang wali harus orang yang merdeka, sebab orang yang berada di bawah kekuasaan orang lain (budak) itu tidak mimiliki kebebasan untuk melakukan akad, karena itu seorang budak tidak boleh menjadi wali dalam perkawinan. Dari pernyataan-pernyataan di atas jelaslah bahwa mengenai syarat-syarat wali beragama Islam merdeka, baligh, dan berakal sehat antara pendapat ulama Syâfi’îyah dan ulama Hanafiyah sama, akan tetapi mengenai laki-laki dan adil berbeda antara keduanya, ulama Hanafiyah membolehkan perempuan dan orang fasik (muslim yang tidak taat menjalankan ajaran-ajaran agama) bertindak menjadi wali. Menurut Abû Hanifah bagi wali yang penting bukanlah laki-laki dan ketaatannya menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan agama, akan tetapi kepandaiannya memilihkan jodoh yang tepat bagi perempuan yang di bawah perwaliannya. Mengetahui akan kemaslahatan dan tidak quratel. Menurut ulama Hanafiyah seorang perempuan yang dewasa dan berakal boleh menjadi wali, bahkan bagi dirinya atau orang lain. Menurut ulama Hanafiyah sah suatu perkawinan yamg walinya seorang wanita dan bahkan masyhur dikalangan Hanafiyah seorang wanita yang menikahkan dirinya sendiri. Alasannya hadis nabi dari dari Ibn Abbas ra. Orang-orang yang tidak mempunyai jodoh lebih berhak atas (perkawinan). Dirinya dan gadis itu dimintakan perintah agar ia dikawinkan kepadanya dan tanpa izinnya ialah diamnya. (H.r. Bukhari dan Muslim). Ulama Hanâfiyah tidak mensyaratkan seorang wali itu adil, karena beliau berpendapat bahwa hadis Ibn Abbas di atas adalah hadis dha’if. Seseorang yang fasik dapat menjadi wali karena dengan kefasikan seseorang tidak akan mengurangi rasa kasih sayang dan menjaga kemaslahatan bagi kerabatnya.
- Wali dan Urutannya
- Menurut ulama Hanafiyah urutan wali sebagaimana yang dikemukakan ulama Syâfi’îyah yaitu keluarga dekat yang termasuk ashabah, ulama hanafiyah tidak membatasi wali pada keluarga dekat yang termasuk ashabah saja tetapi keluarga dekat yang termasuk dzaw al-arham juga mempunyai hak menjadi wali seperti paman dari pihak ibu atau saudara laki-laki seibu. Ulama Hanafiyah memberikan alasan mengapa wali dalam perkawinan adalah mereka yang dekat hubungannya dengan perempuan, yang terdekat kemudian dan seterusnya karena keluarga yang dekat akan adanya rasa malu apabila perempuan itu kawin dengan laki-laki yang tidak pantas untuk menjadi suaminya. Adanya perasaan malu ini tidak terbatas pada ‘ashabah saja juga terdapat pada dzawi al-shiham dan dzaw al-arham. Karena itu tidak ada alas an membatasi hak perwalian pada pernikahan hanya pada golongan ‘ashhabah saja. Sementara masalah wali mujbir menurut ulama Hanafiyah wali itu hanya ada wali mujbir saja dan wali ghair mujbir itu tidak ada. Wali mujbir ini berkuasa terhadap perempuan yang masih kecil atau sudah dewasa tapi gila atau dungu dan yang berhak menjadi wali adalah ayah, kakek, dan saudara dekat yang termasuk ashabah dan saudara dekat yang termasuk dzawi al-arham.
- Kedudukan wali
- Abu Hanifah berpendapat bahwa perkawinan tidak mutlak harus memakai wali, sebab wali nikah hanya dibutuhkan bagi wanita yang masih kecil atau sudah dewasa tetapi akalnya tidak sempurna (dungu atau gila). Wanita yang merdeka dan sudah dewasa tidak membutuhkan wali nikah bahkan wanita yang sudah dewasa bisa menikahkan dirinya. Dengan kata lain perkawinan yang diucapkan oleh wanita yang dewasa dan berakal adalah secara mutlak adalah sah. Seorang perempuan yang bertindak sebagai wali pernikahan atas dirinya sementara ia masih memiliki wali nasab disyaratkan harus kafa’ah dan pemberian maharnya tidak kurang dari mahar mitsl. Jika pernikahan itu tidak sekufu maka walinya memiliki hak untuk menolak perkawinan itu itu atau mengajukan permohonan fasakh kepada hakim. Hak penolakan perkawinan atau fasakh bagi wali ini berlaku jika wali mengetahui tidak kafa’ah itu sebelum terjadinya kehamilan atau melahirkan. Jika mengetahuinya setelah terjadinya kehamilan atau melahirkan, maka hak fasakh atau menolak perkawinan itu menjadi gugur dengan pertimbangan untuk kemaslahat pendidikan anak.34 Ada beberapa alasannya yang dikemukakan ulama Hanafiyah yaitu:
- a. Q.s. al-Baqarah [2]: 230, sebagai berikut:
- Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukumhukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.
- Q.s. al-Baqarah [2]: 232, sebagai berikut:
- Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa idahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang maruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’idah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Ayat 230 dan juga ayat 232 terdapat kata-kata tankihna dan yankihna yang terjemahannya menikah, di sini pelakunya adalah wanita bekas istri itu tadi. Secara makna hakiki (asli) perkerjaan itu semestinya dikerjakan langsung oleh pelaku aslinya, jelas tidak dikerjaklan oleh orang lain (wali) sebagaimana halnya pada makna majazi (kiasan). Demikian juga dapat dilihat dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 234 terdapat kata kerja “fa’alna” yang artinya mengerjakan perbuatan pelakunya (fa’ilnya) adalah wanita-wanita yang kematian suaminya. Alquran surah al-Baqarah [2]: 234 bahwa nikah yang dilakakan oleh wanita segala sesatu yang dikerjakan tanpa menggantungkannya kepada wali atau izinnya wali. Jadi wanita mempunyai hak penuh terhadap urusan dirinya termasuk menikah tanpa bantuan wali.
- Hadis Rasul
- Perempuan janda lebih berhak terhadap dirinya dari pada wali dan anak gadis diminta izinnya mengenai dirinya, sedangkan izinna diamnya. (H.R. Muslim) Dalam Hadis tersebut terdapat kata menrutut ulama Hanafiyah adalah perempuan yang tidak memiliki suami baik itu masih gadis atau sudah janda. Wanita yang sudah dewasa diberikan hak sepenuhnya mengenai dirinya dengan meniadakan campur tangan orang lain (wali) dalam urusan perkawinan. Dengan demikian seorang perempuan yang sudah dewasa tidak membutuhkan wali dalam melaksanakan akad perkawinan karena dirinya berhak untuk menikahkan dirinya sendiri.38
- Wanita yang sudah dewasa memiliki hak untuk melakukan transaksi (ahliyah al-ada’) dalam semua taransaksi (akad) kebendaan.
- Ulama hanafiyah mengqiyaskan hak bertransaksi dalam bidang perkawinan pada masalah kebendaan, karena itu wanita yang sudah dewasa dapat melakukakan transaksi (akad) dalam perkawinan.
Sumber:
Sebelum memutuskan memilih pernikahan siri, Sebaiknya Ketahui apa saja kelebihan dan kekurangan jika kamu melakukan nikah siri :
- Kelebihan nikah siri diantaranya:
a) Sah di mata Agama
b) Menghindari fitnah
c) Lebih Praktis
d) Hemat
- Kekurangan nikah siri diantaranya: a) Menjadi perbincangan banyak orang
- b) Status anak yang tidak diakui negara bahka dianggap sebagai anak yang lahir di luar nikah
- c) Ikatan yang tidak kuat karena tidak tercatat resmi di KUA
- d) Tidak bisa menerima warisan atau harga gono gini
Namun tetap Kembali lagi kepada anda, segala hal dan keputusan yang anda ambil adalah tanggung jawab dan kesiapan masing-masing individu Apabila ditujukan untuk meningkatkan kataqwaan dan menjauhi Zina, In sya Allah akan lebih baik untuk kedepannya.
Pernikahan Melalui Panggilan Video Call / Online adalah Pernikahan yang dilakukan melalui media HP Video Call atau sejenisnya, tapi kami menyarankan untuk menikah secara tatap muka, karena lebih afdol, inti dari pernikahan adalah menunaikan rukunsyarat nikah, sehingga pernikahannya abash secara hukum nikah online menurut agama sendiri berbagai macam pendapat, ada Sebagian besar mengatakan tidak sah, Sebagian mengatakan sah asal semua rukun syarat nikahnya terpenuhi dan memliki alasan yang kuat melakukan nikah secara online, seperti saat ini karena pandemic Covid-19 atau hal-hal yang menjadikan mudhorot jika bertatap muka
Diterangkan dalam QS. An Nisa Ayat 3 :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Artinya, “Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya.”
Syarat pligami maupun monogami tidak mensyaratkan izin dari siapapun bagi laki – laki untuk menikah, sehingga poligami diam – diam tetap sah. Perkawinan mensyaratkan adanya saksi sehingga tidak mungkin dapat benar – benar dirahasiakan. Disatusisi perkawinan poligami diam – diam tetap sah menurut Syariah, disisi lain negara tidak mengakuinya.
Apabila suami anda telah menjatuhkan talak pertama n kedua kepada anda, maka untuk rujuknya cukup hanya dengan menyampaikan rujuk kepada istri yg ditalak atau dengan perbuatan, rujuk secara ucapan ini ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk kembali kepadamu” atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan“sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk, maka tidak sah.
Surat Al Baqoroh Ayat 232 :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” Berdasarkan firman tersebut maka dapat disimpulkan sesuai Mahzab Imam Hanafi pernikahan seorang janda tanpa wali hukumnya sah-sah saja namun sang wali boleh melarang pernikahan tersebut apabila dirasa pernikahan tersebut tidak sesuai dengan syariat agama misalnya sang wanita menikah dengan laki-laki yang berbeda agamanya.
Menjalani rumah tangga yang awet dan selalu harmonis memang bukanlah perkara yang mudah. Pasti akan selalu ada masalah yang menjadi kerikil-kerikil dalam rumah tangga. Sebagian pasangan ada yang berhasil melewati masalah tersebut bersama, namun ada juga yang nggak bisa bertahan dan akhirnya memutuskan mengakhiri pernikahannya dengan perceraian. Dalam Islam, perceraian dikenal dengan istilah talak. Sebenarnya, talak merupakan hak suami yang artinya istri tidak bisa melepaskan diri dari ikatan pernikahan kalau nggak dijatuhkan talak oleh suami.
Macam-macam talak dilihat dari segi cara suami menjatuhkan talak yakni sebagai berikut:
- Dengan Ucapan
Menjatuhkan talak pada umumnya disampaikan oleh sang suami kepada istri secara langsung melalui ucapan. Dan sang istri juga mendengar ucapan talak dari sang suami. Namun, tidak dipungkiri talak juga dapat dijatuhkan dengan cara-cara yang lain.
- Dengan Tulisan
Salah satu cara lainnya yakni dengan menjatuhkan talak melalui tulisan. Melalui tulisan yang disampaikan sang suami, sang istri menerima dan membaca serta memahami isi dari tulisan tersebut.
- Dengan Isyarat
Cara ini disampaikan sang suami yang tidak memiliki kemampuan untuk berbicara (tuna wicara) kepada sang istri, sepanjang isyarat tersebut jelas dan dimengerti oleh sang istri.
- Dengan Utusan
Sang suami juga dapat menjatuhkan talak dengan perantara orang lain yang diutus untuk menyampaikan maksud dan tujuannya yakni bercerai dengan sang istri
Dalam Islam, sebuah pernikahan sangat dianjurkan karena tujuan pernikahan nantinya akan ada banyak manfaat yang didapat. Perasaan tenang dan tentram atau sakinah akan hadir selepas menikah. Namun dalam sebuah pernikahan jangan hanya mengandalkan perasaan biologis serta syahwat saja, karena hal ini tidak akan sanggup untuk menumbuhkan ketenangan di dalam diri seseorang yang menikah. Semua Kembali pada jalan pikiran masing – masing individunya, Nikah Siri atau Nikah KUA pun sama sama baik dan memenuhi syariat hukum islam juga sama sama sah dalam syariat hukum islam, Jika ada kesulitan dalam melaksanakan Ijab Qobul di KUA maka ada kemudahan untuk di Halalkan secara Agama islam yakni dengan nikah Siri, Namun dalam perkara Nikah siri tsb banyak dari kalangan kaum Hawa lebih cenderung tidak memihak alias tidak setuju, sebab hal tersebut dirasa memberatkan kaum Hawa, namun semua itu Kembali lagi pada tujuan masing-masing, jika niat untuk ibadah, menghindari zina dan ingin menyempurnakan ibadahnya serta melaksanakan kewajibannya sebagai Hamba ALLAH SWT, maka nikah Siri pun akan baik Baginya.
“ JAUHI ZINA !! ZINA NIKMAT SESAAT MENJADIKAN HIDUP GELISAH SEMRAWUT, MENYEMPITKAN REJEKI, MENURUNKAN OMZET USAHA, MEMBUAT HATI GUNDAH, GELISAH, HIDUP BERANTAKAN”